Kisah Mistis Danau Dendam Tak Sudah Bengkulu

Bagi sebagian orang, obyek wisata Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), terkesan menakutkan dan menyeramkan. Danau yang terletak di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu ini belum setenar danau-danau besar lainnya yang ada di Indonesia. Seperti Danau Toba di Medan, Sumatera Utara, Danau Maninjau dan Danau Singkarak di Sumatera Barat serta Danau Ranau di Lampung.

Namun, di danau ini terdapat kisah mistis yang dikisahkan warga sekitar secara turun temurun. Seperti buaya yang konon disebut sebagai penunggu danau oleh orang Suku Lembak. Selain kisah buaya penunggu buaya, juga terdapat Pintu Air atau keramat Sapu Jagat, yang terletak di pintu masuk Danau Dendam Tak Sudah. Danau ini juga memiliki flora unik, seperti Anggrek Pensil (Vanda Hookeriana-red) yang diyakini hanya tumbuh di kawasan ini, juga terdapat Harimau Hitam dan Rusa Kelabu.

Menurut cerita warga setempat, buaya dari DDTS, bertarung melawan buaya asal Lampung, Provinsi Lampung di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Dalam pertarung tersebut, buaya DDTS berhasil mengalahkan buaya asal Lampung. Hanya saja, dalam pertarungan itu, buaya DDTS kehilangan ekor. Konon pada saat itu, buaya buntung DDTS bersumpah pada buaya asal Lampung, dengan kutukan, “Kalau main ke DDTS tidak akan dikasih makan”. Konon sejak adanya dendam buaya tersebut, maka danau disebut warga setempat menyebutnya dengan ‘Danau Dendam Tak Sudah’.

Warga asli suku Lembak, Syaiful Anwar, mengatakan, buaya yang buntung itu sering muncul menjelang perayaan hari besar, seperti Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, pria penjaga dan perawat Anggrek Pensil di DDTS ini menyebutkan, warga yang mendirikan pondok jualan di sekitar DDTS, menjelang Hari Raya Idul Fitri selalu menghentikan aktivitas. Mulai dari mencari ikan, berjualan serta kegiatan lainnya.

Tidak hanya itu, kemunculan buaya juga dimitoskan, jika muncul ke permukaan akan ada bencana yang melanda Kota Bengkulu. Hal tersebut sempat terjadi beberapa hari sebelum gempa besar yang terjadi di Bengkulu. Saat itu, Bengkulu digoyang gempa dengan kekuatan 7,3 Skala Richter (SR) tahun 2000 dan gempa besar tahun 2007 berkekuatan 7,9 SR, buaya buntung sempat muncul kepermukaan danau.

”Bukan sembarang orang yang bisa lihat buaya buntung di danau dendam tak sudah itu. Bukan juga orang sakti, terkadang orang biasa juga bisa melihat buaya buntung di danau. Saat buaya itu muncul ke permukaan danau, ada yang melihat buaya buntung kecil, ada juga yang melihat buya buntung itu besar dan panjang. Sampai sekarang, buaya itu masih ada di danau,” kata Syaiful Anwar, seperti yang dikutip dari Okezone.com.

Danau yang saat ini menjadi kawasan Cagar Alam Dusun Besar (CADB) juga memiliki mitos lainnya, kuburan keramat ’Sapu Jagat’ atau keramat Pintu Air. Menurut sejarah, orangtua terdahulu, jika keramat tersebut merupakan keramat orang sakti, yang memilki ilmu. Syaiful mengisahkan, nama keramat Sapu Jagat diambil dari orang terdahulu. Nama keramat tersebut disebut warga Suku Lembak, ‘Keramat Pitu Ayo’, yang berarti Keramat Pintu Air. Ada juga warga Suku Lembak menyebut nama keramat itu dengan nama Keramat ‘Jalan ke Ayo’. Sayangnya, nama penghuni keramat tersebut, belum diketahui secara persis. Mengingat sejarah keramat tersebut, sudah ada sebelum penjajah datang ke Kota Bengkulu.

“Kalau orang sini mau ikut lomba mengaji, azan dan lomba shalat, biasanya pergi Keramat Sapu Jagat. Selain itu, warga suku Lembak usai panen padi, selalu membawa kue apem ke keramat sebagai bentuk syukur atas hasil panen padi yang melimpah, syukuran ini masih diterapkan warga sini,” cerita pria kelahiran tahun 1966 ini.

Menurutnya, waktu zaman dulu adanya penjajah Inggris, yang ingin masuk ke kawasan DDTS, untuk menyerbu warga Suku Lembak. Namun, niat penjajah tersebut urung lantaran Keramat Sapu Jagat menghalau, penjajah dengan menurunkan Hujan Abu. Sehingga penjajah pun tidak bisa melintasi jalan DDTS. Ia mengatakan, jika ada orang yang tenggelam saat mandi di DDTS, orang terdahulu juga menyebutkan jika ingin cepat ditemukan, maka meminta petunjuk dengan Allah melalui Keramat Sapu Jagat agar memberikan petunjuk atas keberadaan jasad orang yang tenggelam di dalam DDTS.

”Ini hanya cerita orang terdahulu. Balik lagi, dengan sejarah saya hanya mendengar cerita terdahulu. Kita meminta itu dengan Sang Pencipta, jadi keramat itu sebagai penyampaian doa yang kita minta dengan sang pencipta agar lebih dimudahkan dan diberikan petunjuk,’’ ungkapnya.

Danau yang memiliki luas 577 hektare (Ha) dengan luas permukaan danau sekitar 67 Ha ini, juga terdapat keramat danau, yang konon dijaga oleh Harimau Hitam dan Rusa Kelabu. Pria pelestari Anggrek Pensil di sekitar DDTS ini juga mengisahkan, jika di keramat danau tersebut ada seekor Harimau Hitam dan Rusa Kelabu, menurut cerita, harimau dan rusa tersebut sebagai penjaga warga suku Lembak, di tiga kelurahan. Seperti Kelurahan Dusun Besar, Jembatan Kecil dan Panorama.

”Waktu itu, ada proyek pembangunan jalan di sekitar keramat danau, yang terkena kemarau. Tapi, waktu ingin digusur alat berat tidak bisa berjalan, dari situ maka proyek pembangunan jalan dialihkan ke tempat lain. Ada juga waktu itu, sopir truk yang melihat Harimau Hitam dan Rusa Kelabu sedang berjalan beriring, setelah melihat itu sopir tidak bisa tidur selama lima hari lima malam. Dia baru bisa tidur setelah ada syukuran di keramat danau,” kisahnya.

Berbagai fauna juga terdapat di danau itu, seperti kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular phyton, siamang, siput dan berbagai jenis ikan termasuk ikan langka, seperti kebakung dan palau.

Nama DDTS, berawal dari masa penjajahan Belanda yang menduduki Indonesia tahun 1917-an, di mana saat itu, Belanda memutuskan membuat danau buatan untuk mengairi irigasi areal persawahan. Namun, semasa itu Belanda disibukkan dengan perang di Eropa. Sehingga DAM yang dibuat di Danau Dendam Tak Sudah, ditinggalkan begitu saja.

”Sebenarnya, nama ‘Danau Dendam Tak Sudah’ itu diambil dari nama DAM yang tidak selesai dikerjakan. Namun, dari cerita orangtua dulu ada kisah pertarungan Buaya dari Danau Dendam Tak Sudah dengan Lampung, yang memiliki dendam, makanya disebut dengan Dendam Tak Sudah. Kalau kisah yang selama ini ada yang mengatakan sepasang muda-mudi yang cintanya ditolak, saya rasa itu kurang pas, cerita ini saya peroleh dari orangtua terdahulu asli sini,” pungkasnya.