Zainal Abidin terpidana mati kasus narkoba bersumpah akan 'gentayangan' untuk menghantui eksekutor dan seluruh penegak hukum yang bertanggung jawab atas ketidakadilan yang menghancurkan hidupnya.
Zainal adalah satu-satunya warga Indonesia di antara 10 penjahat narkoba yang akan dieksekusi di hadapan regu tembak, bersama dengan terpindana Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
"Saya tidak bisa menerima perlakuan hukum yang tidak adil ini. Untuk orang-orang kecil seperti saya," kata Zainal dalam sebuah surat yang ditulis dari Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, pada 5 Maret 2015, Seperti yang dilansir Dream.co.id.
"Jika eksekusi tetap dilakukan, Saya akan menjadi hantu dan membalas dendam, termasuk kepada anak-anak dan istri-istri semua penegak hukum yang terlibat."
Tulisan itu dibawa oleh pengacaranya, Ade Yuliawan yang berkunjung ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin kemarin.
Kasus Zainal, buruh di pabrik perusahaan mebel dengan penghasilan pas-pasan, bermula saat seorang kenalannya, Aldo, tiba di rumahnya pada Desember 2.000 dengan tiga karung beras.
Aldo datang larut malam. Dia ingin menginap satu malam sebelum melanjutkan perjalanan ke Jawa keesokan harinya. Zainal menegaskan dia tidak tahu apa yang ada di dalam karung, yang belakangan diketahui berisi 58,7 kilogram ganja.
Ketika Zainal kembali tidur, Aldo membuka satu karung dan mengambil satu kilo untuk dijual. Dalam aksinya, Aldo tertangkap dan menunjuk jari pada Zainal.
Bagi buruh miskin, Zainal menegaskan tidak mungkin punya banyak uang untuk membeli ganja dalam jumlah sangat besar. Kendati demikian, Zainal tetap ditangkap dan mengklaim ia dipukuli oleh polisi saat interogasi.
"Dia pikir dia akan mengalami cacat permanen, jadi dia terpaksa mengaku dialah pengatur transaksinya," kata pengacara sebelumnya menyatakan dalam dokumen banding ke Mahkamah Agung.
Penjelasan tersebut ditolak oleh pengadilan, meskipun diperkuat bukti tubuh Zainal yang memar.
Aldo pun sekarang bebas setelah diberi remisi tapi Zainal, dalam sidang banding, ternyata mendapat hukuman mati, meskipun jaksa awalnya meminta hukuman penjara selama 15 tahun.
"Betapa terkejutnya saya mendengar pada 9 Januari 2015 bahwa grasi saya ditolak oleh Presiden Jokowi," tulis Zainal.
Bulan lalu, rumah orangtua Zainal terbakar. Pekan lalu, saudaranya mengalami serangan jantung dan meninggal setelah mendengar dari jaksa di Palembang bahwa mereka hanya punya satu kesempatan terakhir untuk melihat Zainal karena eksekusi yang kian dekat.
Keluarga Zainal tidak punya uang untuk melakukan perjalanan ke Nusakambangan di Jawa Tengah.
Beberapa hari kemudian, Jaksa Agung Indonesia mengumumkan akan ada penundaan dalam eksekusi. Keluarga mungkin memiliki cukup waktu untuk mengumpulkan uang agar bisa menemui Zainal di Nusakambangan.
Istri Zainal, yang dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena tidak melaporkan kejahatan suaminya. Padahal, dia sedang tidur ketika Aldo tiba di rumahnya.
Zainal belum melihat putrinya sejak penangkapannya. Saat itu putri Zainal masih berusia satu bulan. (Sumber: Dream.co.id)
Zainal adalah satu-satunya warga Indonesia di antara 10 penjahat narkoba yang akan dieksekusi di hadapan regu tembak, bersama dengan terpindana Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
"Saya tidak bisa menerima perlakuan hukum yang tidak adil ini. Untuk orang-orang kecil seperti saya," kata Zainal dalam sebuah surat yang ditulis dari Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, pada 5 Maret 2015, Seperti yang dilansir Dream.co.id.
"Jika eksekusi tetap dilakukan, Saya akan menjadi hantu dan membalas dendam, termasuk kepada anak-anak dan istri-istri semua penegak hukum yang terlibat."
Tulisan itu dibawa oleh pengacaranya, Ade Yuliawan yang berkunjung ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin kemarin.
Kasus Zainal, buruh di pabrik perusahaan mebel dengan penghasilan pas-pasan, bermula saat seorang kenalannya, Aldo, tiba di rumahnya pada Desember 2.000 dengan tiga karung beras.
Aldo datang larut malam. Dia ingin menginap satu malam sebelum melanjutkan perjalanan ke Jawa keesokan harinya. Zainal menegaskan dia tidak tahu apa yang ada di dalam karung, yang belakangan diketahui berisi 58,7 kilogram ganja.
Ketika Zainal kembali tidur, Aldo membuka satu karung dan mengambil satu kilo untuk dijual. Dalam aksinya, Aldo tertangkap dan menunjuk jari pada Zainal.
Bagi buruh miskin, Zainal menegaskan tidak mungkin punya banyak uang untuk membeli ganja dalam jumlah sangat besar. Kendati demikian, Zainal tetap ditangkap dan mengklaim ia dipukuli oleh polisi saat interogasi.
"Dia pikir dia akan mengalami cacat permanen, jadi dia terpaksa mengaku dialah pengatur transaksinya," kata pengacara sebelumnya menyatakan dalam dokumen banding ke Mahkamah Agung.
Penjelasan tersebut ditolak oleh pengadilan, meskipun diperkuat bukti tubuh Zainal yang memar.
Aldo pun sekarang bebas setelah diberi remisi tapi Zainal, dalam sidang banding, ternyata mendapat hukuman mati, meskipun jaksa awalnya meminta hukuman penjara selama 15 tahun.
"Betapa terkejutnya saya mendengar pada 9 Januari 2015 bahwa grasi saya ditolak oleh Presiden Jokowi," tulis Zainal.
Bulan lalu, rumah orangtua Zainal terbakar. Pekan lalu, saudaranya mengalami serangan jantung dan meninggal setelah mendengar dari jaksa di Palembang bahwa mereka hanya punya satu kesempatan terakhir untuk melihat Zainal karena eksekusi yang kian dekat.
Keluarga Zainal tidak punya uang untuk melakukan perjalanan ke Nusakambangan di Jawa Tengah.
Beberapa hari kemudian, Jaksa Agung Indonesia mengumumkan akan ada penundaan dalam eksekusi. Keluarga mungkin memiliki cukup waktu untuk mengumpulkan uang agar bisa menemui Zainal di Nusakambangan.
Istri Zainal, yang dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena tidak melaporkan kejahatan suaminya. Padahal, dia sedang tidur ketika Aldo tiba di rumahnya.
Zainal belum melihat putrinya sejak penangkapannya. Saat itu putri Zainal masih berusia satu bulan. (Sumber: Dream.co.id)