Ilmuwan dari Indonesia bernama Agus Sunarto memanfaatkan virus untuk mengurangi populasi ikan mas yang di Australia, karena di negara itu ikan mas dianggap sebagai hama.
Jika di Indonesia ikan mas diolah menjadi berbagai santapan lezat, tidak demikian di Australia, Amerika, dan Selandia Baru. Di negara-negara tersebut keberadaan ikan mas justru dinilai mengancam kelangsungan hidup dan merusak tempat hidup ikan lokal seperti ikan perch, ikan trout, dan ikan bony bream.
"Orang Australia tidak suka ikan mas karena dianggap merusak habitat ikan lokal. Mereka khawatir ikan lokal mereka punah," kata Agus kepada CNN Indonesia (27/7/2015).
Untuk mengurangi jumlah populasi ikan mas, Agus menggunakan Koi Herpes Virus (KHV). Virus tersebut merupakan penyakit yang mudah menular pada berbagai jenis ikan. Kematian ikan yang disebabkan virus tersebut bisa mencapai 20-100 persen.
Dengan menggunakan virus tersebut, Agus mengatakan ikan mas bisa mati dalam waktu singkat. Ia memperkirakan dalam waktu sekitar satu minggu, ikan mas dengan KHV akan mati.
"Tandanya insangnya rusak, kulitnya rusak, seperti luka. Kematiannya bisa sampai 90 persen. Sekitar satu minggu akan mati," ujar Agus.
Agus yang saat ini bekerja di laboratorium kesehatan binatang CSIRO Australia, sedang melakukan modifikasi lanjutan untuk virus tersebut agar bisa digunakan pada musim dingin. Karena sekarang, virus itu hanya bisa berkembang pada suhu 18 sampai 28 derajat Celcius yang bisa terjadi saat musim panas di Australia.
"Makanya nanti virusnya akan dimodifikasi supaya bisa berkembang di segala musim," tutur Agus, seraya menambahkan suhu musim dingin di Australia bisa mencapai 4 derajat Celcius.
Sementara di Australia Agus 'membasmi' ikan mas, di Indonesia Agus justru mengembangkan vaksin untuk melindungi ikan mas dari serangan virus KHV.
"Di Indonesia saya membuat vaksin dengan mematikan gen virus KHV. Saya mengubah gen virus sehingga tidak mematikan ikan mas," ujar dia.
Agus mengatakan saat ini ia sedang melakukan proses pembuatan vaksin. Ia memperkirakan penelitian ini akan selesai dalam waktu dua tahun. "Sekarang baru berjalan satu tahun," ucapnya. (CNN Indonesia)
Jika di Indonesia ikan mas diolah menjadi berbagai santapan lezat, tidak demikian di Australia, Amerika, dan Selandia Baru. Di negara-negara tersebut keberadaan ikan mas justru dinilai mengancam kelangsungan hidup dan merusak tempat hidup ikan lokal seperti ikan perch, ikan trout, dan ikan bony bream.
"Orang Australia tidak suka ikan mas karena dianggap merusak habitat ikan lokal. Mereka khawatir ikan lokal mereka punah," kata Agus kepada CNN Indonesia (27/7/2015).
Untuk mengurangi jumlah populasi ikan mas, Agus menggunakan Koi Herpes Virus (KHV). Virus tersebut merupakan penyakit yang mudah menular pada berbagai jenis ikan. Kematian ikan yang disebabkan virus tersebut bisa mencapai 20-100 persen.
Dengan menggunakan virus tersebut, Agus mengatakan ikan mas bisa mati dalam waktu singkat. Ia memperkirakan dalam waktu sekitar satu minggu, ikan mas dengan KHV akan mati.
"Tandanya insangnya rusak, kulitnya rusak, seperti luka. Kematiannya bisa sampai 90 persen. Sekitar satu minggu akan mati," ujar Agus.
Agus yang saat ini bekerja di laboratorium kesehatan binatang CSIRO Australia, sedang melakukan modifikasi lanjutan untuk virus tersebut agar bisa digunakan pada musim dingin. Karena sekarang, virus itu hanya bisa berkembang pada suhu 18 sampai 28 derajat Celcius yang bisa terjadi saat musim panas di Australia.
"Makanya nanti virusnya akan dimodifikasi supaya bisa berkembang di segala musim," tutur Agus, seraya menambahkan suhu musim dingin di Australia bisa mencapai 4 derajat Celcius.
Sementara di Australia Agus 'membasmi' ikan mas, di Indonesia Agus justru mengembangkan vaksin untuk melindungi ikan mas dari serangan virus KHV.
"Di Indonesia saya membuat vaksin dengan mematikan gen virus KHV. Saya mengubah gen virus sehingga tidak mematikan ikan mas," ujar dia.
Agus mengatakan saat ini ia sedang melakukan proses pembuatan vaksin. Ia memperkirakan penelitian ini akan selesai dalam waktu dua tahun. "Sekarang baru berjalan satu tahun," ucapnya. (CNN Indonesia)